RELASI MAKNA KONTIGU DAN
SINONIMI
Oleh Mujiati
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semantik sebagai studi tentang makna merupakan masalah
pokok dalam komunikasi. Sekarang komunikasi menjadi faktor yang sangat penting
di dalam organisasi sosial, sehingga kebutuhan untuk memahami semantik menjadi
semajin mendesak (Geoffrey Leech, 1974:1). Semantik sebagai suatu cabang ilmu
linguistik yang mengkaji tentang makna, di mana makna dalam satuan lingual itu
terdapat relasi. Relasi ini disebut dengan relasi makna.
Relasi makna yang sering diuraikan terutama berkaitan
dengan relasi makna leksikal. Satuan-satuan leksem dalam sebuah bahasa juga
berelasi dalam hal maknanya.Relasi makna antar leksem di dalam sebuah bahasa
bersifat internal bahasa itu sendiri. Maksudnya ada relasi dalam hal maknanya
antar leksem bahasa itu sendiri. Relasi makna itu antara lain adalah : Kontigu (relasi berdekatan),
sinonimi, hiponimi, polisemi, homonimi, dan homografi.
Dalam makalah ini, penulis hanya membahas perbedaan
relasi makna kontigu dan sinonimi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud
dengan relasi makna?
2.
Apakah yang dimaksud
dengan relasi makna kontigu?
3.
Apakah yang dimaksud
dengan relasi makna sinonimi?
4.
Bagainmana perbedaan
antara relasi makna kontigu dan sinonimi?
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa
disini dapat berupa kata, frase, dan kalimat (Abdul Chaer, 2007:297).
2. Relasi Makna Kontigu (Berdekatan)
Relasi makna kontigu adalah relasi makna yang mempunyai ciri semantik sama tetapi berbeda
dalam hal maknanya. Relasi ini hampir
sama dengan sinonimi. Tetapi sebenarnya ada perbedaan tertentu sehingga
kata-kata di dalam relasi ini tidak dapat saling menggantikan pada informasi
yang sama.. Yang tergolong dalam kontigu misalnya dalam kata berceloteh,
bercerita, berkata, bernyanyi, bersenandung, berdialog, berkhotbah, berceramah,
dan berpidato. Di antara kata-kata itu ada hubungan maknanya tetapi tidak
bersinonim.
Makna-makna leksem
dalam relasi kontigu tidak bersinonimi satu sama lain, melainkan hanya
memperlihatkan relasi makna yang berdekatan (kontigu). Karena tidak bersinonim
maka leksem-leksem itu tidak dapat menggantikan dengan isi/informasi yang sama.
Jadi, tuturan “Ia berkata kepada saya” tidak dapat digantikan dengan “Ia
bernyanyi kepada saya” dengan isi/informasi yang sama. Leksem –leksem itu
merupakan relasi yang berdekatan karena memperlihatkan beberapa ciri semantik
yang sama. Ciri-ciri semantik dari leksem-leksem itu misalnya sama-sama tergolong
verba (V), tindakan (aksi), melibatkan alat bicara yang sama, suara manusia.
Jadi, semua leksem di atas termasuk V yang dilakukan manusia, wujudnya suara.
Namun, dari ciri-ciri tersebut juga memperlihatkan ciri semantik yang berbeda.
Ciri itu antara lain:
Kata Ciri semantik khusus
Berbicara : Suara terdengar jelas bagi
lawan bicara,
sifatnya umum (tidak ada ciri melodi dan
irama)
Bernyanyi : Suara terdengar jelas bagi
pendengar, berirama,
mengandung nilai seni (bersuara)
Bersenandung : Suara terdengar jelas bagi
pendengar, berirama,
mengandung nilai seni (bersuara), tetapi tidak jelas
pelafalan kata-kata sehingga sulit dipahami.
Berdialog : Suara terdengar jelas bagi
lawan bicara,
sifatnya umum (tidak ada ciri melodi dan
irama)
adanya aspek dialog dengan mitra wicara
mengenai suatu hal.
Berkhotbah : Berbicara mengenai ajaran
agama, tempatnya di masjid.
Berpidato : Berbicara dengan suara keras
dihadapan orang banyak,
Bersifat mempengaruhi pendengar/audiens.
Contoh Penggunaan kata dalam kalimat:
§ Ani berbicara
dengan Ibunya.
§ Ani bernyanyi
dalam acara perpisahan di Sekolahnya.
§ Ani bersenandung
ketika memasak.
§ Menteri Kehutanan RI berdialog
dengan masyarakat mengenai ilegal logging.
§ Pak Taufiq berkhotbah
kultum mengenai keutamaan puasa.
§ Dengan suara lantang para Pemimpin Partai itu berpidato di depan masyarakat.
Contoh lain adalah kata berlari, berjalan, berloncatan,
berjingkat, dan berlompatan. Kata-kata itu mempunyai ciri semantik yang sama
tetapi bukan sinonimi. Kata-kata tersebut tidak dapat saling menggantikan
karena berbeda maknanya.
Contoh dalam kalimat
v Mereka berlari
mengejar bus. (berjalan cepat)
v Kita tidak boleh berjalan
di atas rumput.(melangkahkan kaki)
v Anak-anak berlompatan
keluar kelas. (melompat beramai-ramai)
v Anak-anak berloncatan
melewati selokan. (meloncat beramai-ramai)
v Orang itu berjingkat
memasuki kelas. (berjalan timpang karena kaki pendek sebelah)
Kata-kata di atas tidak
dapat saling menggantikan dengan informasi yang sama.
3.
Relasi Makna Sinonimi
Relasi sinonimi adalah relasi antar dua leksem atau dua
satuan lingual lain yang bersesuaian atau berpadanan dalam hal maknanya. Relasi
ini ada aspek kognisi, maksudnya, kesepadanan
arti itu didasarkan atas kemampuan berfikir secara logis/nalar. Contohnya pada
kalimat : Amir adalah anak yang pintar/pandai. Leksem “pintar” bersinonim
dengan “pandai”. Tes yang bisa dipakai untuk menunjukkan adanya sinonimi adalah
dua leksem atau dua satuan lingual lain itu dapat saling menggantikan dengan
isi atau informasi yang sama. Menurut Kreidler (1999:96) satuan leksem atau
satuan lingual yang bersinonimi itu mengacu pada “nilai benar/hal benar” yang
sama. Kreidler menyebutnya dengan “truth
value” dicontohkan dalam bahasa Inggris “ Jack
is a salor” dan “Jack is seaman”.
Leksem “sailor” dan “seaman” benar-benar mengacu kepada “hal
benar” yang sama (pelaut).
Kebanyakan satuan bahasa yang bersinonim itu adalah
leksem. Jadi, leksem (kata) bersinonim dengan leksem. Hal ini menjadi fokus
dalam studi semantik leksikal. Selain
itu juga dijumpai satuan morfem bersinonim dengan morfem (ber- dalam berlipat
dengan dilipat); atau satuan lingual
leksem dengan frase (ramai dengan riuh-rendah, pandai dengan cerdik cendekia);
atau sebaliknya frase dengan leksem atau kata (centang perenang dengan berserakan);
atau frase dengan frase (luluh lantak
dengan hancur lebur); atau klausa
dengan klausa (Amir memukul Ali
dengan Ali dipukul Amir).
Sinonimi dalam tataran kata ini mencakup banyak jenis
kata, dimana lingkup sinonim itu harus berada pada jenis kata yang sama. Jenis
kata itu antara lain yaitu:
a)
Kata benda bersinonim
dengan kata benda
v Rumah: wisma: istana
v Murid: siswa
v Lulusan: tamatan: alumni
v Terhukum: terpidana:
terdakwa: tersangka
v Guru besar: professor
v Hambatan: kendala:
rintangan
v Managemen: pengelolaan
b)
Adjektiva dengan
adjektiva
v Tegar: kokoh: kuat:
teguh
v Pintar: pandai: cerdik
v Bodoh: tolol: dungu
v Sulit: sukar: pelik
v Buruk: jelek
v Baik: bagus: elok
c)
Verba dengan verba
v Datang: tiba: hadir
v Mati: meninggal: wafat:
mangkat: tewas: gugur: mampus
v Makan: santap
v Membicarakan:
merundingkan: mendiskusikan
v Melihat: memandang:
menonton: menyaksikan
d) Numeralia dengan numeralia
v Eka: satu
v Dwi: dua
v Tri: tiga
v Catur: empat
v Panca: lima
v Sapta: tujuh
e)
Penghubung/konjungsi
dengan konjungsi
v Sebab: lantara: karena
v Agar: supaya: biar
v Sehingga: hingga
f)
Kata keterangan dengan
kata keterangan
v Baru: sedang: lagi:
tengah
v Sekarang: kini
Dalam pemakaian bahasa, sering kita jumpai sinonim
berdekatan. Untuk menentukan sinonim itu berdekatan atau tidak kita harus
menemukan ciri semantik pembeda di antara sejumlah kata yang bersinonim itu.
Misalnya pada kata: mati, meninggal, wafat, mangkat , tewas, gugur, dan modar.
Kata-kata itu secara kognitif “tidak hidup, tidak bernyawa” namun satu sama
lain berbeda pemakaiannya karena faktor sosiolinguistik. Cara menentukan
perbedaan ciri semantik dengan mengumpulkan konteks kalimat kata dari teks. Dari teks tersebut akan
diketahui bagaimana sifat khas pemakaiannya dan ciri strukturnya. Misalnya kata
“mati” contoh dalam teks berikut:
v Gelandangan itu mati terlindas mobil.
v Anak itu mati tertembak perampok.
v Tanamannya mati kekeringan.
v Ayamnya mati terkena flu burung.
v Usahanya sudah lama mati.
v Motor itu mesinnya mati
v Arlojinya mati
v Sarafnya mati sehingga dicubit tidak terasa.
v Yayasan itu sudah lama mati.
v Mobil itu businya sudah mati.
Berdasarkan contoh kalimat di atas,
kata “mati” berarti tidak bernyawa, tidak hidup, tidak berjalan sebagaimana
fungsinya, dan tidak berfungsi.
Kata “meninggal” dipakai untuk
manusia dan ada ciri menghormat (+menghormat). Contohnya : Bapak Menteri itu
nmeninggal beberapa tahun yang lalu. Kata “meninggal” menduduki pemakaian yang
luas sehingga dapat diterapkan pada tokoh-tokoh agama, atau bangsawan.
Kata “mangkat” mempunyai ciri
dipakai oleh manusia dan raja-raja. Kata “wafat” dipakai oleh manusia dan
mempunyai ciri menghormat (+menhormat). Contohnya: Banyak jamaah yang wafat di tanah suci.
Kata “tewas” digunakan untuk
seseorang yang meninggal dalam sebuah perkelahian/pertengkaran dan dipersepsi
bahwa hal itu merupakan suatu kecelakaan. Contohnya : Sebanyak lima orang yang
tewas dalam kecelakaan maut di jalan Solo-Sragen.
Kata “gugur” hampir sama dengan kata
“tewas” namun terjadi dalam pertempuran membela negara. Contohnya: Banyak
prajurit yang gugur dalam merebut kembali Irian Barat.
Kata “modar” merupakan kata dari
bahasa jawa yang mengandung arti kasar.
Kata ini dipakai untuk mengekspresikan kemarahan pada manusia.
Ada pengecualian bahwa tidak semua
kata bersinonimi itu dapat saling saling menggantikan dengan isi/informasi yang
sama. Pengecualian itu dikarenakan faktor sosiolinguistik yaitu pemakaian kata
“mati” pada orang ( dihormati atau tidak ). Misalnya dalam contoh kata: mati,
tewas, gugur, mangkat, meninggal, wafat dan modar. Kata-kata tersebut tidak
saling menggantikan. Contoh dalam kalimat “Banyak jamaah yang wafat di tanah suci”, tidak dapat
diganti dengan “Banyak jamaah yang mati di tanah suci”. Kata “wafat” tidak
dapat diganti dengan kata “mati”.
4.
Perbedaan relasi makna kontigu dan sinonimi
Relasi makna kontigu (berdekatan), dimana kata-kata tersebut tidak dapat saling
menggantikan walaupun memperlihatkan beberapa ciri semantik yang sama.
Relasi makna sinonimi jelas memperlihatkan persamaan
makna antar kata itu sehingga ada kemungkinan saling menggantikan dengan informasi yang sama. Contohnya dalam
kalimat: Adi melihat /menonton kejadian
itu. Bahwa kata melihat, menonton bisa saling menggantikan.
SIMPULAN
Relasi makna kontigu
(berdekatan), dimana kata-kata tersebut tidak
dapat saling menggantikan walaupun memperlihatkan beberapa ciri semantik yang
sama. Relasi makna sinonimi jelas memperlihatkan persamaan makna antar kata itu
sehingga ada kemungkinan saling menggantikan
dengan informasi yang sama. Kata-kata yang bersinonimi harus pada jenis
kata yang sama.
Dalam relasi makna bersinonimi itu terdapat beberapa kata
yang tidak dapat saling saling menggantikan dengan isi/informasi yang sama.
Pengecualian itu dikarenakan faktor sosiolinguistik yaitu pemakaian kata pada
orang ( dihormati atau tidak ). Misalnya dalam contoh kata: mati, tewas, gugur,
mangkat, meninggal, wafat dan modar. Kata-kata tersebut tidak saling
menggantikan. Contoh dalam kalimat “Banyak
jamaah yang wafat di tanah suci”, tidak dapat diganti dengan “Banyak
jamaah yang mati di tanah suci”. Kata “wafat” tidak dapat diganti dengan kata
“mati”.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Subroto, D. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik.
Surakarta: Cakrawala Media.
Abdul Chaer. 2007. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar