Minggu, 17 Juni 2012



 
RELASI MAKNA KONTIGU DAN SINONIMI
Oleh Mujiati
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Semantik sebagai studi tentang makna merupakan masalah pokok dalam komunikasi. Sekarang komunikasi menjadi faktor yang sangat penting di dalam organisasi sosial, sehingga kebutuhan untuk memahami semantik menjadi semajin mendesak (Geoffrey Leech, 1974:1). Semantik sebagai suatu cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna, di mana makna dalam satuan lingual itu terdapat relasi. Relasi ini disebut dengan relasi makna.
Relasi makna yang sering diuraikan terutama berkaitan dengan relasi makna leksikal. Satuan-satuan leksem dalam sebuah bahasa juga berelasi dalam hal maknanya.Relasi makna antar leksem di dalam sebuah bahasa bersifat internal bahasa itu sendiri. Maksudnya ada relasi dalam hal maknanya antar leksem bahasa itu sendiri. Relasi makna itu antara lain   adalah : Kontigu (relasi berdekatan), sinonimi, hiponimi, polisemi, homonimi, dan homografi.
Dalam makalah ini, penulis hanya membahas perbedaan relasi makna kontigu dan sinonimi.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan relasi makna?
2.      Apakah yang dimaksud dengan relasi makna kontigu?
3.      Apakah yang dimaksud dengan relasi makna sinonimi?
4.      Bagainmana perbedaan antara relasi makna kontigu dan sinonimi?

                                                          



PEMBAHASAN
1.    Pengertian Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, dan kalimat (Abdul Chaer, 2007:297).
2. Relasi Makna Kontigu (Berdekatan)
Relasi makna kontigu adalah relasi makna yang  mempunyai ciri semantik sama tetapi berbeda dalam hal maknanya. Relasi ini  hampir sama dengan sinonimi. Tetapi sebenarnya ada perbedaan tertentu sehingga kata-kata di dalam relasi ini tidak dapat saling menggantikan pada informasi yang sama.. Yang tergolong dalam kontigu misalnya dalam kata berceloteh, bercerita, berkata, bernyanyi, bersenandung, berdialog, berkhotbah, berceramah, dan berpidato. Di antara kata-kata itu ada hubungan maknanya tetapi tidak bersinonim.
Makna-makna  leksem dalam relasi kontigu tidak bersinonimi satu sama lain, melainkan hanya memperlihatkan relasi makna yang berdekatan (kontigu). Karena tidak bersinonim maka leksem-leksem itu tidak dapat menggantikan dengan isi/informasi yang sama. Jadi, tuturan “Ia berkata kepada saya” tidak dapat digantikan dengan “Ia bernyanyi kepada saya” dengan isi/informasi yang sama. Leksem –leksem itu merupakan relasi yang berdekatan karena memperlihatkan beberapa ciri semantik yang sama. Ciri-ciri semantik dari leksem-leksem itu misalnya sama-sama tergolong verba (V), tindakan (aksi), melibatkan alat bicara yang sama, suara manusia. Jadi, semua leksem di atas termasuk V yang dilakukan manusia, wujudnya suara. Namun, dari ciri-ciri tersebut juga memperlihatkan ciri semantik yang berbeda. Ciri itu antara lain:
          Kata                Ciri semantik khusus
Berbicara                   : Suara terdengar jelas bagi lawan bicara,
                                   sifatnya umum (tidak ada ciri melodi dan irama)
Bernyanyi                 : Suara terdengar jelas bagi pendengar, berirama,
                                    mengandung nilai seni (bersuara)                 
Bersenandung           : Suara terdengar jelas bagi pendengar, berirama,
                                    mengandung nilai seni (bersuara), tetapi tidak jelas
                                    pelafalan kata-kata sehingga sulit dipahami.
Berdialog                  : Suara terdengar jelas bagi lawan bicara,
                                    sifatnya umum (tidak ada ciri melodi dan irama)
                                   adanya aspek dialog dengan mitra wicara mengenai suatu hal.
Berkhotbah               : Berbicara mengenai ajaran agama, tempatnya di masjid.

Berpidato                  : Berbicara dengan suara keras dihadapan orang banyak,
                                    Bersifat mempengaruhi pendengar/audiens.
Contoh Penggunaan kata dalam kalimat:
§  Ani berbicara dengan Ibunya.
§  Ani bernyanyi dalam acara perpisahan di Sekolahnya.
§  Ani bersenandung ketika memasak.
§  Menteri Kehutanan RI berdialog dengan masyarakat mengenai ilegal logging.
§  Pak Taufiq berkhotbah kultum  mengenai keutamaan puasa.
§  Dengan suara lantang para Pemimpin Partai itu berpidato di depan masyarakat.
Contoh lain adalah kata berlari, berjalan, berloncatan, berjingkat, dan berlompatan. Kata-kata itu mempunyai ciri semantik yang sama tetapi bukan sinonimi. Kata-kata tersebut tidak dapat saling menggantikan karena berbeda maknanya.
Contoh dalam kalimat
v  Mereka berlari mengejar bus. (berjalan cepat)
v  Kita tidak boleh berjalan di atas rumput.(melangkahkan kaki)
v  Anak-anak berlompatan keluar kelas. (melompat beramai-ramai)
v  Anak-anak berloncatan melewati selokan. (meloncat beramai-ramai)
v  Orang itu berjingkat memasuki kelas. (berjalan timpang karena kaki pendek sebelah)
Kata-kata di atas tidak dapat saling menggantikan dengan informasi yang sama.

3.      Relasi Makna Sinonimi
Relasi sinonimi adalah relasi antar dua leksem atau dua satuan lingual lain yang bersesuaian atau berpadanan dalam hal maknanya. Relasi ini ada aspek kognisi, maksudnya,  kesepadanan arti itu didasarkan atas kemampuan berfikir secara logis/nalar. Contohnya pada kalimat : Amir adalah anak yang pintar/pandai. Leksem “pintar” bersinonim dengan “pandai”. Tes yang bisa dipakai untuk menunjukkan adanya sinonimi adalah dua leksem atau dua satuan lingual lain itu dapat saling menggantikan dengan isi atau informasi yang sama. Menurut Kreidler (1999:96) satuan leksem atau satuan lingual yang bersinonimi itu mengacu pada “nilai benar/hal benar” yang sama. Kreidler menyebutnya  dengan “truth value” dicontohkan dalam bahasa Inggris “ Jack is a salor” dan “Jack is seaman”. Leksem “sailor” dan “seaman” benar-benar mengacu kepada “hal benar” yang sama (pelaut).
Kebanyakan satuan bahasa yang bersinonim itu adalah leksem. Jadi, leksem (kata) bersinonim dengan leksem. Hal ini menjadi fokus dalam studi  semantik leksikal. Selain itu juga dijumpai satuan morfem bersinonim dengan morfem (ber- dalam  berlipat dengan dilipat); atau satuan lingual leksem dengan frase (ramai dengan riuh-rendah, pandai dengan cerdik cendekia); atau sebaliknya frase dengan leksem atau kata (centang perenang dengan berserakan); atau frase dengan frase (luluh lantak dengan hancur lebur); atau klausa dengan klausa (Amir memukul Ali dengan Ali dipukul Amir).
Sinonimi dalam tataran kata ini mencakup banyak jenis kata, dimana lingkup sinonim itu harus berada pada jenis kata yang sama. Jenis kata itu antara lain yaitu:
a)      Kata benda bersinonim dengan kata benda
v Rumah: wisma: istana
v Murid: siswa
v Lulusan: tamatan: alumni
v Terhukum: terpidana: terdakwa: tersangka
v Guru besar: professor
v Hambatan: kendala: rintangan
v Managemen: pengelolaan
b)      Adjektiva dengan adjektiva
v Tegar: kokoh: kuat: teguh
v Pintar: pandai: cerdik
v Bodoh: tolol: dungu
v Sulit: sukar: pelik
v Buruk: jelek
v Baik: bagus: elok
c)      Verba dengan verba
v Datang: tiba: hadir
v Mati: meninggal: wafat: mangkat: tewas: gugur: mampus
v Makan: santap
v Membicarakan: merundingkan: mendiskusikan
v Melihat: memandang: menonton: menyaksikan
d)     Numeralia dengan numeralia
v Eka: satu
v Dwi: dua
v Tri: tiga
v Catur: empat
v Panca: lima
v Sapta: tujuh
e)      Penghubung/konjungsi dengan konjungsi
v Sebab: lantara: karena
v Agar: supaya: biar
v Sehingga: hingga
f)       Kata keterangan dengan kata keterangan
v Baru: sedang: lagi: tengah
v Sekarang: kini

Dalam pemakaian bahasa, sering kita jumpai sinonim berdekatan. Untuk menentukan sinonim itu berdekatan atau tidak kita harus menemukan ciri semantik pembeda di antara sejumlah kata yang bersinonim itu. Misalnya pada kata: mati, meninggal, wafat, mangkat , tewas, gugur, dan modar. Kata-kata itu secara kognitif “tidak hidup, tidak bernyawa” namun satu sama lain berbeda pemakaiannya karena faktor sosiolinguistik. Cara menentukan perbedaan ciri semantik dengan mengumpulkan konteks kalimat  kata dari teks. Dari teks tersebut akan diketahui bagaimana sifat khas pemakaiannya dan ciri strukturnya. Misalnya kata “mati” contoh dalam teks berikut:
v Gelandangan itu mati terlindas mobil.
v Anak itu mati tertembak perampok.
v Tanamannya mati kekeringan.
v Ayamnya mati terkena flu burung.
v Usahanya sudah lama mati.
v Motor itu mesinnya mati
v Arlojinya mati
v Sarafnya mati sehingga dicubit tidak terasa.
v Yayasan itu sudah lama mati.
v Mobil itu businya sudah mati.
Berdasarkan contoh kalimat di atas, kata “mati” berarti tidak bernyawa, tidak hidup, tidak berjalan sebagaimana fungsinya, dan tidak berfungsi.
Kata “meninggal” dipakai untuk manusia dan ada ciri menghormat (+menghormat). Contohnya : Bapak Menteri itu nmeninggal beberapa tahun yang lalu. Kata “meninggal” menduduki pemakaian yang luas sehingga dapat diterapkan pada tokoh-tokoh agama, atau bangsawan.
Kata “mangkat” mempunyai ciri dipakai oleh manusia dan raja-raja. Kata “wafat” dipakai oleh manusia dan mempunyai ciri menghormat (+menhormat). Contohnya: Banyak  jamaah yang wafat di tanah suci.
Kata “tewas” digunakan untuk seseorang yang meninggal dalam sebuah perkelahian/pertengkaran dan dipersepsi bahwa hal itu merupakan suatu kecelakaan. Contohnya : Sebanyak lima orang yang tewas dalam kecelakaan maut di jalan Solo-Sragen.
Kata “gugur” hampir sama dengan kata “tewas” namun terjadi dalam pertempuran membela negara. Contohnya: Banyak prajurit yang gugur dalam merebut kembali Irian Barat.
Kata “modar” merupakan kata dari bahasa jawa  yang mengandung arti kasar. Kata ini dipakai untuk mengekspresikan kemarahan pada manusia.
Ada pengecualian bahwa tidak semua kata bersinonimi itu dapat saling saling menggantikan dengan isi/informasi yang sama. Pengecualian itu dikarenakan faktor sosiolinguistik yaitu pemakaian kata “mati” pada orang ( dihormati atau tidak ). Misalnya dalam contoh kata: mati, tewas, gugur, mangkat, meninggal, wafat dan modar. Kata-kata tersebut tidak saling menggantikan. Contoh dalam kalimat “Banyak  jamaah yang wafat di tanah suci”, tidak dapat diganti dengan “Banyak jamaah yang mati di tanah suci”. Kata “wafat” tidak dapat diganti dengan kata “mati”.
4.      Perbedaan relasi makna kontigu dan sinonimi
Relasi makna kontigu (berdekatan), dimana  kata-kata tersebut tidak dapat saling menggantikan walaupun memperlihatkan beberapa ciri semantik yang sama.
Relasi makna sinonimi jelas memperlihatkan persamaan makna antar kata itu sehingga ada kemungkinan saling menggantikan  dengan informasi yang sama. Contohnya dalam kalimat: Adi melihat /menonton kejadian itu. Bahwa kata melihat, menonton bisa saling menggantikan.


SIMPULAN
Relasi makna kontigu (berdekatan), dimana  kata-kata tersebut tidak dapat saling menggantikan walaupun memperlihatkan beberapa ciri semantik yang sama. Relasi makna sinonimi jelas memperlihatkan persamaan makna antar kata itu sehingga ada kemungkinan saling menggantikan  dengan informasi yang sama. Kata-kata yang bersinonimi harus pada jenis kata yang sama.
Dalam relasi makna bersinonimi itu terdapat beberapa kata yang tidak dapat saling saling menggantikan dengan isi/informasi yang sama. Pengecualian itu dikarenakan faktor sosiolinguistik yaitu pemakaian kata pada orang ( dihormati atau tidak ). Misalnya dalam contoh kata: mati, tewas, gugur, mangkat, meninggal, wafat dan modar. Kata-kata tersebut tidak saling menggantikan. Contoh dalam kalimat “Banyak  jamaah yang wafat di tanah suci”, tidak dapat diganti dengan “Banyak jamaah yang mati di tanah suci”. Kata “wafat” tidak dapat diganti dengan kata “mati”.

DAFTAR PUSTAKA
Edi Subroto, D. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala    Media.
Abdul Chaer. 2007. Linguistik  Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar